Berita dan Hiburan Terkini

Gratifikasi Penghulu Pernikahan di Indonesia Mencapai Triliunan Rupiah per Tahun

Share on :
Tapis Berseri - Gratifikasi penghulu pada setiap proses pernikahan di seluruh Indonesia nilainya mencapai triliunan rupiah per tahun. Mulai dari meminta ongkos hingga fee jasa profesi. Sadar dengan praktik menyimpang ini, Kementerian Agama (Kemenag) menyiasati penghentian gratifikasi itu dengan memberikan tunjangan khusus kepada penghulu yang mencatat nikah di luar kantor dan jam kerja.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag M. Jasin mengatakan, anggaran tunjangan untuk penghulu itu dimasukkan Ditjen Bimas Islam Kemenag pada revisi draf APBN 2014 bulan ini juga. ’’Hasil dari pembahasan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bappenas disepakati anggaran tunjangan ini sebesar Rp500 miliar,’’ katanya kemarin.

Untuk mendapatkan alokasi anggaran khusus bagi penghulu itu, Kemenag harus menggelar rapat dengan Kemenkeu dan Bappenas sampai dua kali. Jasin yang sekarang ini memantau langsung pelaksanaan haji di Makkah mengatakan, anggaran Rp500 miliar itu menurutnya tidak cukup. ’’Perhitungan saya, anggaran yang ideal untuk tunjangan penghulu Rp1,2 triliun per tahun,’’ ujarnya.

Nilai itu dia dapat dari rata-rata tunjangan yang diberikan ke penghulu per sekali pencatatan nikah, yakni Rp360 ribu (Rp110 ribu transpor lokal dan Rp250 ribu jasa profesi).

Di sejumlah daerah pedalaman, Jasin mengatakan bahwa pencatatan nikah harus menggunakan jasa transportasi sungai atau laut dengan tarif hingga Rp200 ribu.

Kemenag juga menyiapkan opsi lain guna mengatasi minimnya anggaran untuk tunjangan penghulu itu. Yakni dengan menetapkan biaya resmi untuk pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja. Kini tim Itjen Kemenag menjalankan survei terkait ketentuan penetapan tarif itu. Hasilnya sekitar 80 persen masyarakat setuju dengan penetapan tarif itu dan sisanya tidak setuju serta tidak menjawab. ’’Penetapan tarif pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja ini akan dikaji lebih lanjut,’’ katanya.

Jasin mengakui bulan-bulan ini adalah musimnya orang nikah. Selama belum ada aturan tentang tarif pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja, masyarakat diminta tidak memberikan uang kepada penghulu. Sebab, pemberian uang itu jelas gratifikasi dan penghulunya bisa disanksi.

Menurutnya, pengawasan terhadap pemberian gratifikasi dari mempelai ke penghulu gampang dideteksi. Jika nanti biaya nikah sudah digratiskan karena ditanggung APBN, Jasin meminta masyarakat terbuka. Dia berharap masyarakat pengguna jasa penghulu melapor jika ditarget imbalan uang. ’’Kami akan langsung pecat penghulunya,’’ ungkapnya. Sesuai ketentuan, biaya pencatatan nikah yang resmi dan masuk ke kas negara sebagai PNBP (penerimaan negara bukan pajak) adalah Rp30 ribu.

Sementara itu, Kasi Pemberdayaan KUA Kanwil Kemenag Lampung Hi. Aceng Juanda mewakili Kakanwil Kemenag Lampung Drs. Hi. Abdurrahman, M.Ag. meminta semua pihak untuk dapat memahami bahwa biaya pencatatan nikah beda dengan biaya nikah.

Menurutnya, masyarakat sering tidak bisa membedakan antara biaya pencatatan nikah dengan biaya nikah. ’’Biaya pencatatan nikah memang Rp30 ribu. Tapi, biaya nikah bisa mencapai ratusan atau lebih. Biaya nikah meliputi cetak undangan, konsumsi para tamu, sewa gedung, sewa hiburan, dan lain-lain. Termasuk biaya pencatatan nikah’’.

Dikatakan, pencatatan nikah hanyalah salah satu kegiatan dari seluruh rangkaian upacara pernikahan. Tugas pencatatan nikah itu dilakukan oleh pembantu penghulu atau disebut sebagai petugas pencatat nikah (PPN). Kegiatan itu diawali dengan proses pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan berkas administrasi, pemeriksaan kelengkapan syarat dan rukun pernikahan, hingga kursus calon pengantin.

’’Baru kemudian pencatatan nikah setelah akad nikah. Di mana, pencatatan itu bisa dilakukan jika tak ada halangan untuk dilakukan akad nikah,’’ katanya.

Aceng memaparkan, kini petugas penghulu yang ada di Lampung berjumlah 226 orang. Kesemuanya telah berstatus PNS. Jadi untuk gajinya disetarakan dengan PNS yang berlaku sekarang ini.

Namun, berbeda dengan PNN yang tersebar di kelurahan atau desa se-Lampung. Jumlahnya yang mencapai 2.477 orang hanya berstatus petugas sukarelawan. ’’Mereka tak bergaji. Paling-paling ada sedikit bantuan untuk mereka setiap enam bulan sekali dari pemprov. Besarannya pun tidak pasti’’.

Dirinya menuturkan, meski PPN hanya bertugas untuk menghadiri, mengawasi, dan mencatat sebuah akad pernikahan, kenyataannya banyak juga tugas-tugas lain yang dilakukan. Tugas-tugas lain itu seperti menjadi pembaca acara, sambutan tuan rumah, khotbah nikah, mewakili wali untuk melaksanakan ijab kabul akad nikah dengan pengantin laki-laki, dan pembacaan doa.

’’Padahal tugas-tugas itu bukanlah kewajiban dari PPN dan tak dibiayai oleh negara. Namun, sering kali di lapangan tugas-tugas itu seolah merupakan kewajiban PPN’’.

Ia menuturkan, akad nikah itu sendiri mestinya dilaksanakan di Balai Nikah KUA dan pada jam kerja, sehingga pernikahan bisa langsung dicatat oleh petugas. Namun, realitas di lapangan, akad nikah justru banyak dilakukan di luar KUA dan di luar jam kerja. Sementara biaya transportasi petugas ke tempat akad tidak dibiayai oleh negara.

’’Tak ada biaya perjalanan dinas dari negara bagi setiap pelaksanaan akad nikah di luar kantor dan di luar jam dinas. Pun, tak ada kendaraan dinas yang bisa digunakan oleh petugas di KUA’’.

Dengan kondisi seperti itu, sambungnya, sudah selayaknya ada peraturan yang jelas mengatur tentang transportasi pencatatan nikah yang terjadi di luar kantor dan di luar jam dinas. ’’Tidak seharusnya kegiatan pencatatan nikah seolah menjadi kegiatan administrasi negara yang dianaktirikan’’.

0 komentar on Gratifikasi Penghulu Pernikahan di Indonesia Mencapai Triliunan Rupiah per Tahun :

Post a Comment and Don't Spam!

 

Artikel Terbaru

Arsip Blog